SHAKING POLITIK MENGGUNCANG KREDIBILITAS PRESIDEN JOKOWI

Bagikan ke :

Begitu banyak pertanyaan yang harus dijawab ketika berbagai pihak mempertanyakan pemindahan ibu kota negara bahkan tak sedikit Presiden menegaskan, pemindahan lokasi ibu kota ke Kalimantan Timur bertujuan memeratakan keadilan sosial, bukan merupakan proyek mercusuar. Namun demikian, ada saja pihak yang menyandingkan antara pentingnya proyek IKN dengan program strategis nasional lainnya. Apalagi menyimak pidato terhadap kunjungan jokowi di Singapura kemarin, dimana dalam penyampaiannya Presiden Jokowi mempromosikan peluang investasi pada proyek pembangunan ibu kota negara tersebut pada acara ecosperity week 2023. Padahal dalam sisi lain, efektifitas keberhasilan program strategis nasional masih dipertanyakan oleh banyak pihak yang dirasakan belum sepenuhnya dicapai secara optimal sebagaimana kritik yang dilontarkan oleh berbagai kalangan oposisi hingga saat ini.

Padahal, walau dukungan publik kearahnya besar dan tetap berada pada tingkat kepuasan publik yang tinggi hingga 82%. Namun pertumbuhan ekonomi yang berada pada kisaran 5% sering menjadi kritik dibalik pencapaian pertumbuhan ekonomi dunia yang saat ini pun masih dirasakan landai sebagaimana yang disebutkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo yang mengatakan jika pertumbuhan ekonomi global 2023 diperkirakan hanya mencapai 2,7 persen, Sekalipun proyeksi Ekonomi Global 2023 yang di prediksi IMF sedikit lebih tinggi yaitu 2,8 Persen. Bahkan ada yang mencibir pemerintah terhadap banyaknya investasi asing yang masuk ke indonesia hingga mencapai 1.207 triliun yang melampaui target investasi 2022. Dengan menyebutkan bahwa besaran belanja investasi hanya pada belanja gedung sebesar 70% dan pembelian mesin di kisaran 11%. Artinya efektifitas investasi asing yang masuk tidak berimbas pada serapan tenaga kerja indonesia pada akhirnya.

Sekalipun pertumbuhan APBN terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, namun masyarakat melihat bahwa pemerintah masih saja terbebani atas meningkatnya belanja pegawai yang semakin membengkak. Tekanan kearah pengeluaran pemerintah sedapatnya dihindari. Selain rutinitas pikulannya atas cicilan utang negara, semestinya hal itu searah dengan efisiensi yang diterapkan demi kelonggaran bagi sektor lain diluar pengeluaran ekonomi, politik dan keamanan. Apalagi terhadap belanja pegawai dimana notabenenya bukan pengeluaran yang pantas dibalik kasus korupsi yang merebak disana-sini terhadap personil penyelenggara negara tersebut. Bahkan Jokowi sama sekali tidak menerapkan punishment terhadap kasus di institusi kementerian keuangan sebagai kolektifitas hukuman atas pembegalan keuangan negara yang terjadi belakangan ini.

Dinamika lain pun datang untuk menggoyahkan gagasan koalisi besar akibat pengumuman Ganjar Pranowo yang dideklarasikan PDIP melalui Ketua Umumnya Megawati Soekarno Putri dalam merespon langkah politik Koalisi sebagaimana yang diketahui publik. Dimana koalisi besar ini sebagaimana halnya disebutkan Zulkifly Hasan orkestrasi yang di komandoi oleh Jokowi sendiri. Akibatnya, konsentrasi koalisi ini nyaris pupus dari perhatian publik. Hal itu terlihat dari keputusan hasil Musra yang terkesan normatif dibalik jargon “ojo kesusu” yang sengaja ditahan agar pusat perhatian publik tertuju pada strategi politik yang diperankannya dalam mengemas estafet politik pada pilpres 2024 yang akan datang. Namun rupanya Megawati masih punya satu shock power berupa “Golden Strategy” dengan menahan siapa Cawapres yang akan mendampingi Ganjar Pranowo nantinya, sehingga pusat perhatian masyarakat justru tertuju kearah mana pilihan itu akan ditetapkannya.

Strategi cadangan politik Megawati ini pun disinyalir turut menekan koalisi Perubahan, sebab dengan penundaan pengumuman cawapres Ganjar, maka dengan sendirinya petualangan Anis Baswedan dalam menentukan Cawapresnya pun tidak kunjung tersepakati oleh koalisi perubahan tersebut. Bahkan pembentukan koalisinya sekalipun belum terkonfirmasi secara tegas. Sehingga, pencapresan Anis diduga akan menemui kebuntuannya. Akibatnya, gempuran politik susulan pun datang dari seorang tokoh kubu partai Demokrat. Permohonan perihal Laporan Dugaan Pelanggaran Impeachment Presiden Joko Widodo tertanggal 7 Juni 2023 menghebohkan banyak pihak. Sekaligus memperlihatkan tackling konstitusi yang keras dan kasar atas berlangsungnya demokrasi hingga detik ini. Respon balik pun disuarakan oleh Arsul Sani yang menyebutkan bahwa Denny Indrayana ngawur dan sekaligus meminta agar Denny menyampaikan permohonan maafnya secara terbuka.Apalagi pihak mereka dengan sengaja menyandangkan status Denny selaku “wisthle blower democracy” dimana sebutan ini tentu mengindikasikan bahwa Jokowi seolah-olah telah melakukan kesalahan sebagaimana tuduhan yang diarahkan kepadanya sehingga layak untuk dimakzulkan. Deretan persoalan diatas tentu saja melilit langkah sekaligus sepak terjang Jokowi dalam ketajamannya selaku punggawa negeri ini.

Apalagi Surutnya kinerja pemerintah akibat aksi kampanye beberapa menko dan para menteri kabinet yang semestinya fokus pada berbagai program sektor hingga berakhir masa jabatan mereka. Termasuk Resistensi hubungan antara dirinya dengan Megawati yang dirasakan hangat-hangat kuku, meskipun dipaksakan terlihat harmonis. Sebab sisi pandang atas prioritas mana yang lebih di utamakan bagi kemajuan Indonesia ke depan menjadi pakem di kedua belah pihak dibalik peluang kemajuan bangsa ini untuk meraih predikat sebagai negara maju yang hanya tersisa 13 tahun ke depan.

Akumulasi pendapatan atas kepastian terbayarnya utang luar negeri dimana berdasarkan pemberitaan CNBC Indonesia tertanggal 14/4/2023 yang mana dalam laporan Bank Indonesia mencatat Utang Luar Negeri Indonesia pada Februari 2023 sebesar US$ 400,1 miliar atau sekitar Rp 5.881,4 triliun dengan perkiraan kurs Rp 14.700/ US dollar. Angka ini terlihat turun secara tajam dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 404,6 miliar. Tentu saja didapat dari sebagian rebound investasi atas tersedianya infrastruktur diberbagai kawasan serta kembalinya beberapa perusahaan asing melalui penguasaan saham mayoritas pemerintah, serta revitalisasi penyehatan perusahaan BUMN yang kini menampakkan surplus pendapatannya. Termasuk hilirisasi mineral yang berimbas signifikan terhadap value add dari kebijakan Jokowi tersebut. Apalagi terhadap sasaran eksport dari peningkatan jumlah UKM yang pada masa ini sedang digalakkan, faktor inilah yang menyulitkan para ekonom oposisi lokal dalam menepis isu politik pemerintah saat ini.

Jokowi memang bukan siapa-siapa dan beliau pun bukan segala-galanya bagi Indonesia. Namun peletakkan upaya dan usahanya menjadi catatan tersendiri di hati rakyat dan bangsa ini, bahwa dirinya pulalah yang menemukan berbagai aspek serta prospek terhadap value government yang bisa diartikan sebagai pedoman dalam membangun budaya kerja dan arah kemajuan bangsa ini yang pada akhirnya mempengaruhi citra Indonesia dimata dunia. Apalagi terhadap gagasannya dalam proses hilirisasi mineral serta melakukan implementasi terhadap program-program pro rakyat dari berbagai perencanaan pemerintah masa lampau yang telah matang namun ragu dalam mengeksekusi hal tersebut, sungguh itu merupakan keberanian dan tantangan yang telah diwujudkannya. Berbagai kritik dari pihak yang berseberangan terhadap konteks membangun pemerintah ini secara sempurna boleh saja diabaikan sebab mereka hanya melihat pernak pernik dari apa yang seharusnya ditambahkan.

Terhadap hal itu, sama halnya ketika seseorang melakukan dalam usaha yang sekiranya menemui kegagalan tak sedikit orang yang menyalah-nyalahkan dari berbagai hal yang telah dilakukan. Namun berbeda hal yang berbeda pun terjadi, manakala orang tersebut membuahkan hasil hingga diakui banyak orang, berbagai nasehat dan kritik pun tak segan-segan dilontarkan kehadapan dirinya yang telah bersusah payah mewujudkan hal itu. demikian pula mereka bahkan sering abai bahwa batang tubuh dan sebuah goals itu tidak datang kepada mereka lemah dan malas, sebab sebuah tantangan usaha membutuhkan pondasi sasaran yang tepat dan kuat dari seorang pelaku atau pengendali yang cakap. Itulah fakta dari sebuah kinerja terhadap hasil kerja.Lagi pula, mendengar pandangan atau pendapat dari mereka yang sekedar bicara memang ada perlunya diambil. Akan tetapi sekiranya terlalu banyak dan menyesakkan telinga boleh saja dikesampingkan sekiranya diperlukan. Demikian penulis sampaikan. Terima kasih.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner Iklan