Refleksi Kearifan Bangsa Ditengah Kemajuan Peradaban

Bagikan ke :

Begitu sulit menulis artikel sebagaimana judul diatas. Sebab, selain banyaknya variabel yang harus diungkapkan, terbatasnya ruang penulisan ini pun menjadi tak kalah rumitnya untuk memasukkan berbagai komponen yang dianggap penting guna melengkapi kerangka pokok pikiran dari penulisan ini agar segala aspek dapat diungkap atau setidaknya menggambarkan ilustrasi terhadap fakta atas hadirnya sebuah bangsa untuk selanjutnya ditetap pada perkiraan sebuah refleksi berpikir. Sehingga para pembaca setidaknya dapat menemukan posisi dimana dan pada perspektif seperti apa sebuah bangsa itu mampu dijadikan sebagai objek perenungan yang seterusnya menjadi koreksi bagi segenap masyarakatnya guna menelaah sumber-sumber mana yang dapat membantu atau malah menjadi hambatan bagi kemajuan bangsanya sendiri.

Masyarakat seringkali terombang ambing oleh berbagai persoalan. Bahkan tak jarang suatu kebijakan pun memperparah kondisi yang dialaminya. Oleh karenanya dibutuhkan upaya politik demi memutus mata rantai dari arus negatif yang membelenggu keadaan yang dirasakannya. Sebab, bagaimana pun politik adalah usaha yang bisa ditempuh oleh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Politik merupakan hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan publik dari pemerintahan untuk rakyatnya. politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan suatu kebijakan. Dengan meningkatkan kemampuan politik masyarakat, sesungguhnya akan terjadi upaya untuk memutus berbagai persoalan yang dialaminya. Sehingga kesadaran ini pada akhirnya menjadikan respon bagi setiap individu masyarakat untuk menjadi lebih terkendali guna mendapatkan asosiasi yang terkondisikan bagi kebutuhan mereka.

Sebuah bangsa acap kali harus memiliki suatu ideologi, sebab Ideologi dibutuhkan oleh suatu bangsa untuk mewujudkan tujuan negaranya. Bagi suatu negara, ideologi merupakan sesuatu yang berfungsi sebagai pandangan hidup dan petunjuk arah di berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan utama di balik pentingnya sebuah ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi merupakan sistem pemikiran abstrak yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik suatu bangsa. Maka tak heran jika Indonesia memiliki ideologi yang disebut Pancasila, dimana fungsi pokoknya sebagai dasar negara. Ideologi Pancasila sebagai sumber bagi semua hukum yang ada di Indonesia dan menjadi sebuah kaidah yang fundamental.

Paradigma partai politik pun terbelah sebagaimana citra politik yang saat ini hadir menjadi fakta yang tak terbantahkan, bahwa landasan berdirinya partai-partai politik lebih banyak didominasi oleh haluan politik yang berbasis ideologi keagamaan yang menjadi rival partai-partai berbasis ideologi nasionalisme kebangsaan. Walau ada upaya untuk menghadirkan nuansa lain seperti partai buruh, atau partai yang berbasis hukum dan keadilan, atau citra lainnya sebagai golongan moderat, namun hal itu tidak terencana secara baik hingga signifikan dalam menggeser masyarakat sebagai upaya pemikiran yang baru. Sebab masyarakat terlanjut melekat pada ide nasionalisme yang menjadi ideologi paling mutakhir dalam pemahaman politik nasional. ide politik ini menghasilkan sebuah sistem politik atas negara bangsa sebagai entitas politik yang kuat di tengah lingkungan umat manusia di dunia.

Namun paling tidak masyarakat Indonesia masih bisa menerima gagasan pemikiran politik lain yang berbasis ideologi keagamaan yang didasari pada aspek keyakinan bahwa agama harus menjadi pedoman bagi segala hajat kehidupannya, baik sosial, politik, ekonomi, budaya, serta kehidupan personal lainnya, sehingga Ideologi ini menentang paham sekularisme, sekaligus melakukan adaptasi antara keyakinan agama dengan sarana politik yang tersedia.

Maka tak heran jika bentuk politik ini didasari pada sisi identitas masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal ini disinyalir menjadi salah satu indikasi atas gagalnya Indonesia dalam memupuk sekaligus mempertahankan nasionalisme kebangsaan dari naiknya atmosfer fanatisme beragama yang radikal dan ekstrem sehingga menggeser ideologi Pancasila menuju pada okupansi ideologi agama kedalam banyak hal guna menggeser ruang-ruang publik untuk menggantikannya sebagai ruang keagamaan.

Penerapan ini bahkan terjadi pada status daerah, kawasan wisata, sekolah-sekolah, rumah sakit atau ruang-ruang publik lainnya, sehingga menampakkan kesan untuk diarahkan kedalam nuansa keagamaan sebagaimana yang tampak ditengah masyarakat saat ini atas banyaknya fasilitas yang ditawarkan kepada publik kepada segmen identitas-identitas tertentu demi menjaga nilai-nilai keagamaan serta disiplin atas penegakkan aturan agama yang dibutuhkan para umatnya.

Akan tetapi, pada sisi yang berbeda, hal ini menjadikan jarak tajam kearah netralitas berbangsa sehingga menimbulkan dampak kepada bentuk perpecahan atas persatuan dan kesatuan bangsa, dimana persatuan dan kesatuan ini adalah bagian dari inti atas 5 sila yang terdapat dari pancasila itu sendiri.

Maka menjadi tak mengherankan jika masyarakat menjadi tertarik pada pembelahan semacam ini yang tentu saja kapasitas dan jangkauannya pada akhirnya akan merebut sektor-sektor lainnya.Artinya, mau tidak mau negarawan dan pemikir bangsa ini harus berkalkulasi ulang untuk penerapan, sekaligus pembatasan atas ruang-ruang privasi / keagamaan kearah ruang publik / ruang umum sebagai wujud demarkasi yang tegas.

Sebab ada berbagai peristiwa yang janggal bahkan bisa dianggap menjadi kekalahan dalam berpikir terhadap peristiwa atas lepasnya Timor Timur dari tangan Indonesia. Dimana Timor Timur secara resmi merdeka menjadi negara Timor Leste pada 20 Mei 2002 setelah referendum yang diselenggarakan pada tanggal 30 Agustus 1999 menghasilkan 78,5% pemilih memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia.

Namun dibalik referendum tersebut terdapat opsi pilihan yang sebenarnya mengherankan, betapa masyarakat Timor Timur dihadapkan pada pilihan “Apakah memilih tetap berintegrasi dengan Indonesia atau memilih Merdeka untuk memisahkan dirinya”. Tentu saja dibalik dua pilihan tersebut secara akal sehat setiap individu akan secara sadar akan memilih opsi merdeka, dibalik kata terintegrasi yang dimaknai sebagai kondisi yang terikat atau tidak bebas.

Bahwa siapa saja akan lebih menyukai kebebasan dari pada dibawah kekuasaan pihak lain. Termasuk burung didalam sangkar sekalipun. Fakta-fakta inilah yang harus menjadi koreksi bagi bangsa ini. Apalagi dari judul tulisan ini bahwa kearifan bangsa harus menjadi kebijakan kolektif yang mendudukkan citra bangsa yang ideal terhadap segala bentuk penerapannya.Termasuk kedalam bentuk sarana pendapatan negara yang lebih objektif dan rasional.

Walau negara tidak boleh bertransaksi secara langsung terhadap rakyatnya. Namun pada kenyataannya, bukankah negara masih saja bertransaksi kepada rakyat melalui sarana kelistrikan, air, komunikasi, transportasi dan lain sebagainya.Sehingga, dari sisi yang berbeda, negara semestinya mampu membendung kekuatan kapitalisme yang terus menekan bangsa ini melalui usaha-usaha atas kinerja perusahaan-perusahaan BUMN yang semestinya menjadi sarana profit taking atau mendatangkan keuntungan melalui mekanisme pasar bagi negara.

Sebab, hanya cara inilah yang bisa menciptakan keseimbangan bagi kekuatan kapitalisme yang dianggap mampu menguasai sumber-sumber potensial negeri ini. Walau setelahnya, deviden / keuntungan yang diperoleh perusahaan BUMN tersebut akan sebesar-besarnya diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat semata melalui bantalan-bantalan subsidi yang diberikan negara kepada masyarakat pada akhirnya.

Dibebaskannya Perusahaan BUMN agar bersaing tanpa menjadi pelaksana kebijakan subsidi secara langsung tentu akan menutup celah mereka yang sering beralasan merugi karena penerapan subsidi. Oleh karenanya, kebijakan subsidi tidak boleh dicampur-adukkan atas sisi upayanya yang mencari keuntungan bagi peningkatan pendapatan negara.Semoga tulisan ini bermanfaat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner Iklan