POLITIK MOVE-ON SEBAGAI PELUANG ALTERNATIF KEMENANGAN PILPRES

Bagikan ke :

Penulis : Andi Salim

GEMADIKA — Siapa yang berani mengatakan bahwa setiap harapan dalam hidupnya akan terpenuhi oleh karena dirinya giat dalam berusaha hingga pandai pula merayu Tuhannya agar acapkali dirinya berdoa, maka Tuhan pun bersedia mengabulkan setiap doa-doa yang dipanjatkannya. Atau seberapa yakin seorang guru memastikan jika setiap muridnya memiliki tingkat kelulusan dengan kecerdasan yang tinggi hingga menghantarkan mereka menjadi orang-orang yang akan sukses dengan berbagai karir di bidangnya masing-masing kecuali murid tersebutlah yang akan menentukan nasibnya sendiri dalam mengarungi belantara kehidupan yang sering menuntut kegigihan untuk menundukkan setiap rintangan yang dihadapinya. Bahkan adakah diantara mereka yang berani menjamin bahwa dirinya tidak akan pernah menjadi pihak yang kecewa dari banyaknya perhatian dan kasih sayang yang dicurahkan kepada seseorang, namun nyatanya justru hal itu seolah-olah kandas dan menjadi pihak yang bertepuk sebelah tangan atas cintanya yang pupus pada akhirnya.

Seseorang boleh saja mencurahkan kebaikan, pertolongan, atau rela berkorban pada siapapun dengan sering mengulurkan tangannya untuk membantu bahkan mengangkat derajat siapa yang dikehendakinya sepanjang dirinya mampu dan bersedia. Tak terkecuali Megawati sekalipun boleh saja membesarkan orang-orang yang menjadi kader partainya agar sukses menjalani karirnya walau mereka yang diangkat itu berasal dari kalangan rakyat biasa hingga menjadi pejabat atau bahkan duduk sebagai pemangku kekuasaan tertinggi di republik ini sekalipun. Namun perkara balas budi, beliau sendiri pun tidak akan dapat memastikannya pula. Bahkan mungkin saja dirinya menjadi pihak yang saat ini diposisi sebagaimana penulis sebutkan diatas. Sebab perkara tersebut hanya kembali kepada mereka yang memiliki kesadaran dari ketinggian etikanya untuk memahami sejauh mana setiap kebaikan yang diterima seseorang itu harus dibalas meski sekedar menyampaikan dalam bentuk ungkapan terima kasih semata.

Jika seorang intelektual begitu sangat pandai dalam menjawab kritik dari kecakapannya berimajinasi, beranalogi, berinovasi yang ditujukan demi kebaikan bangsa dan negaranya, baru sebagian kemampuan yang layak diapresiasi publik. Ditambah lagi kemampuan dalam mengimplementasi berbagai program kerja dibalik kapasitas, kapabilitas dan integritas seseorang pun merupakan sebagian yang lain untuk layak diapresiasi pula. Namun memiliki sikap yang loyal dan paham mengungkapkan rasa syukur serta mengerti bagaimana membalas setiap kebaikan orang lain yang telah membantu keberhasilan dirinya sesuai porsi kebaikan yang diterimanya merupakan kecerdasan intelektual dari orang tersebut yang membuktikan bahwa dirinya pantas mendapatkan ketinggian derajat kemanusiaan yang semestinya menjadi ultimate orang tersebut dibalik kesuksesan apapun yang diraihnya. Sebab yang dinamakan kecerdasan intelektual itu meliputi sifat dan pikiran yang mencakup berbagai kemampuan dari seseorang agar dinilai publik sebagai orang yang pantas meraih kesuksesannya.

Menyambung terhadap persoalan ini, kita semua masih mengingat ketika Jokowi menyampaikan sindirannya pasca partai Nasdem mendeklarasikan Capresnya. Walau tidak secara eksplisit menyebutkan namanya, namun publik menangkap bahwa figur yang dimaksud tentu saja ditangkap dengan jelas atas siapa yang dimaksudkan olehnya. Bahkan berkali-kali beliau menyampaikan agar setiap partai jangan sembrono dalam mengusung capres 2024 yang akan datang. Dengan tegas dirinya menyatakan akan ikut andil dalam menemukan capres dan cawapres terbaik yang guna kesempatan bangkitnya ekonomi indonesia ini yang hanya membutuhkan 13 tahun berikutnya. Dari pentingnya fakta itulah, dirinya masuk kedalam pusaran cawe-cawe politik hingga dianggap keluar dari zona netralitas sebagai seorang presiden. Namun betapa terkejutnya masyarakat ketika mendapati jika dirinya merestui Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra sulungnya sebagai cawapres dengan alasan bahwa putranya tersebut telah dewasa dan berhak pula menentukan nasibnya sendiri.

Jika jawaban tersebut dapat diterima publik, bukankah sekiranya pak Harto sekiranya masih hidup beliau pun bisa menggunakan pernyataan yang sama sebagai alasan pembenaran bagi putra-putrinya untuk melanggengkan kekuasaannya hingga demonstrasi tahun 1998 tidak perlu terjadi yang berakibat melengserkan dirinya dari tampuk kekuasaan. Bahkan masyarakat pun tidak perlu alergi atas upaya pihak cendana yang telah sejak lama berusaha comeback guna ikut dalam pusaran politik tanah air, sekiranya alasan dicalonkannya seseorang hanya berdasarkan terpilih atau tidaknya dari pencoblosan yang dilakukan masyarakat di bilik suara nanti. Sekiranya penguasa dianggap bukan sebagai dalang atas maraknya upaya dinasti politik yang saat ini merebak akibat rakusnya seseorang akan kekuasaan itu sendiri. Terlepas dari keberhasilan jokowi yang telah membangun infrastruktur sedemikian masifnya, hingga tidak saja dikawasan timur Indonesia, namun kawasan barat pun telah merasakan dampak kebijakannya yang baik tersebut.

Namun masyarakat pun tidak perlu berkecil hati atas berakhirnya masa kekuasaan beliau yang seolah-olah stok kejujuran dan mereka yang memiliki integritas yang tinggi telah punah pula di republik ini. Sebab ada banyak tokoh yang tak kurang-kurangnya bisa diambil dari 277 juta penduduk Indonesia saat ini yang siap menggantikan dirinya pasca berakhirnya masa jabatan beliau nantinya. Sejarah kejujuran dari para tokoh yang masyhur pun tidak sedikit jumlahnya. Paling tidak, kita bisa membaca sejarah jenderal Hoegeng atau kisah hidup seorang Kejagung yang bernama Baharudin Lopa, atau mantan Pangab jenderal M Jusuf dan banyak lagi yang lainnya. Bahkan dalam cerita tokoh-tokoh seperti Mohammad Hatta, Gusdur, mantan menteri keuangan Mar’ie Muhamad, Tokoh Muhammadiyah Syafi’i Ma’rif dan lainnya pun tidak bisa dipandang sebelah mata. Walau mereka tidak masuk kedalam jajaran pejuang nasional, namun kiprahnya tidak kalah dengan tokoh-tokoh dunia yang acapkali memberikan inspirasi bagi kalangan intelektual bangsa ini hingga membenamkan namanya di hati rakyat.

Bahkan dalam fakta saat ini pun terlihat dari rekam jejak siapa saja yang berani memastikan jika diri mereka itu bisa dikenali atas sepak terjang keluhuran hatinya. Diantara mereka, sebut saja Sri Mulyani, Basuki Tjahaya Purnama, Tri Rismaharini, Susi Pujiastuti, Retno Marsudi termasuk Mahfud MD sekalipun begitu tampak nyata pula sikap kejujurannya. Tentu sikap pro terhadap kejujuran harus menjadi landasan utama dalam memimpin bangsa ini. Sebab tanpa kejujuran, kepintaran hanya nampak sebagai serangkaian tindakan yang penuh dengan intrik dan kelicikan semata. Sedangkan kegigihan yang disertai dengan kerja keras pun bisa dianggap sekedar menunggu celah kapan mereka akan tergelincir akibat ketidakjujurannya yang melakukan korupsi keuangan negara. Penilaian objektif pun harus penulis sampaikan bahwa kita memang beruntung jika selama 2 periode kepemimpinan Jokowi hingga saat ini, perkara isu korupsi hampir tidak menerpa dirinya sama sekali. Namun disisi yang berbeda, kita pun harus bisa move-on agar masyarakat tidak terseret arus cawe-cawe politiknya pula.

Bagaimana pun pemimpin nasional harus silih berganti, walau terhadap Jokowi yang telah membawa Indonesia dalam kemajuan sekarang ini. Sebab aturan konstitusi itu harus dipatuhi dan dicontohkan pula oleh SBY meski sebelumnya beliau juga sering menyebutkan jika dirinya masih dikehendaki rakyat untuk memimpin negeri ini, pasca berakhirnya periode kedua masa jabatan presidennya. Tentu tidak sulit menilai capres mana yang memiliki rekam jejak atau setidaknya punya kecenderungan sebagai figur yang jujur. Apalagi pasangan Ganjar-Mahfud adalah dua sosok yang nyata-nyata sering dengan tegas melawan mereka yang berprilaku korup dan menghardik siapa saja yang melakukan pungli dibawah jajarannya. Bahkan tak sedikit pula penyataan mereka yang menantang siapa saja yang mampu membuktikan sekiranya mereka terlibat dalam kasus korupsi manapun. Tentu ini pertanda baik sekiranya mereka diberikan kesempatan untuk memimpin negeri ini. Betapa masyarakat akan diuntungkan oleh karena terjaganya keuangan negara demi kemakmuran masyarakat seutuhnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner Iklan