KOLOM WARGANET || GEMADIKATV.com -Hari yang ditunggu-tunggu tiba, sebuah momen krusial bagi salah satu kader dari partai mayoritas yang dijadikan sebagai momentum untuk konsolidasi partai. Namun, apa yang terjadi justru mengecewakan. Instruksi dari para pejabat utama tidak mencerminkan semangat konsolidasi, melainkan terasa hambar dan penuh kekecewaan.
Entah mungkin karena rasa tak berdaya karena salah satu kader yang diharapkan sebagai calon potensial tidak muncul, sehingga terjadi sindiran sinis tentang “kurangnya kekuatan” dari kader yang diduga berpindah partai.
Seolah menjadi seorang negarawan tidak lagi merupakan predikat untuk menyandang jabatan, namun lebih kepada kemampuan untuk merangkul kebutuhan masyarakat dan wilayah demi kemajuan bersama, tanpa memandang siapa pun kepala daerahnya.
Mungkin memang sah bagi sebuah partai untuk merasa diri penting dan hebat, tapi menganggap bahwa mereka memiliki kendali mutlak terhadap siapa yang akan menjadi kepala daerah, itu terlalu berlebihan.
Mari kita akui dengan jujur, popularitas seorang calon kepala daerah bisa menjadi kunci bagi elektabilitas partai, atau sebaliknya, bisa menjadi batu sandungan yang menghancurkan elektabilitas mereka.
Sebuah partai mungkin dianggap besar dan berpengaruh, tetapi hal tersebut tidak menjamin bahwa mereka mampu memperjuangkan kader-kadernya atau bahkan ketuanya untuk menduduki jabatan kepala daerah.
Sejarah telah menunjukkan bahwa pada Pilkada 2015, ketua salah satu partai akhirnya berhasil menjadi kepala daerah, meskipun pada Pilkada 2011, dia gagal dalam percobaan sebelumnya. Ini membuktikan bahwa karisma seorang ketua sehebat apapun belum tentu sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat dalam memilih kepala daerah.
Maka dari itu, perlu ada introspeksi yang lebih dalam. Kita tidak boleh malu untuk mengakui bahwa partai juga membutuhkan sosok yang populer di mata publik, bukan hanya di kalangan elite partai. Karena apa yang diinginkan oleh rakyat mungkin tidak selalu sejalan dengan pemikiran para pemimpin partai politik yang tenggelam dalam ambisi kaderisasi untuk menghadirkan pemimpin daerah.
Semoga kita tidak terjebak dalam sindrom kekuasaan paska pemilu, di mana kita selalu menganggap diri kita yang terbaik dalam menjalankan sebuah organisasi partai politik.
Cuitan: WargaNet/EdBendoel