MENANGKAL ISU GEO STRATEGIK DENGAN BUDAYA KEASLIAN BANGSA

Bagikan ke :

GEMADIKA — Menyimak apa yang disampaikan oleh Hendro Priyono tentang geo strategi terhadap isu laut china selatan atas dampak perang Rusia versus Ukraina yang berimbas pada ekonomi negara-negara uni Eropa dan Amerika tentu memerlukan kecermatan yang lebih dalam. Para pakar politik dunia yang mengamati perkembangan terhadap situasi ini pun menilai bahwa ada upaya menggeser krisis ekonomi yang mereka hadapi saat ini dimana hal itu menyebabkan terjadinya demonstrasi dan kerusuhan bahkan pembakaran diberbagai negara di Eropa, untuk di arahkan ke Asia atau tepatnya ke Asia Tenggara. Strategi phsycological warfare atau perang psikologi pun dimainkan guna menjadikan cyberspace sebagai battlefield atau medan pertempuran bagi semua kepentingan negara-negara adi kuasa dan uni eropa tersebut dalam mempertahankan dominasi peranannya.

Geostrategi adalah geopolitik yang dalam pelaksanaannya merupakan kebijaksanaan untuk menentukan sasaran pada suatu tujuan, serta penggunaan sarana-sarana yang tersedia guna mencapai kemajuan suatu negara dengan memanfaatkan keterpaduan perencanaan di suatu negara. Sedangkan cyberspace merupakan sebuah media elektronik yang banyak dipakai dalam keperluan komunikasi dengan memanfaatkan keterpaduan antara komputer dengan jaringan telekomunikasi dan multi media yang telah merasuki penduduk bumi di berbagai negara. Sehingga cyberspace menjadi sarana yang dijadikan sebagai battlefield / medan pertempuran bagi setiap isu-isu politik negara guna melancarkan efektifitas sebuah tekanan baik antar kepentingan pemerintah maupun dampaknya terhadap masyarakat di suatu negara.

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia tentu sangat asing dengan istilah geo strategi ini untuk dipahami, apalagi membawanya kepada pembicaraan di warung-warung kopi, atau dipinggiran sawah atau empang pada setiap pedesaan guna membahasnya sebagai topik yang hangat dalam merespon situasi global termasuk dampaknya bagi ekonomi negara dan bangsanya sendiri. Walau tak sedikit yang membicarakan tentang Vladimir Putin sebagai Presiden Rusia yang menginvasi Ukraina dengan dampak ketersediaan pupuk yang saat ini melanda mereka pada akhirnya. Namun mempersoalkan geo strategi adalah hal yang rumit serta dianggap jauh dari pendaringan dan lauk pauk yang mesti dijaga secara ketat oleh mereka pula. Bahkan tak sedikit dari masyarakat yang mengikuti perkembangan Rafael Alun sebagai pesakitan pada persidangan dugaan korupsinya.

Termasuk menyoalkan penghinaan Rocky Gerung terhadap Jokowi yang tak kunjung ditahan oleh pihak kepolisian yang tersandera atas ketentuan delik aduan, atau menunggu celotehan Amin Rais yang mereka anggap si tua bangka yang nakal, serta melo-nya sikap SBY yang mereka anggap selalu cengeng hingga acapkali mengumbar keluhannya ke publik. Apalagi saat ini pun masyarakat memasang kupingnya untuk mencari tahu kemana dukungan kelompok 212 pasca dideklarasikannya cawapres Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang sekaligus membawa gerbong PKB masuk kedalam koalisi Perubahan demi Persatuan guna meningkatkan persaingan elektoral Anis Baswedan yang tak kunjung menaiki tangga bahkan dianggap mustahil untuk mendapatkan posisi puncaknya, atau masyarakat sedang mereka-reka kemana arah partai Demokrat pasca di tinggalnya AHY dari koalisi yang berdiri sejak setahun lalu ini.

Hal-hal semacam itu lebih menarik masyarakat sebagai rumor yang terus diikuti perkembangannya, ketimbang membicarakan isu utang luar negeri untuk menakuti mereka, padahal jika di sandingkan dengan aset negara dan PDB nasional Indonesia masih dalam batas yang wajar, atau isu toleransi yang merebak kesana-kemari walau menimbulkan aroma yang tak sedap namun tetap saja didiamkan penegak hukum. Maka membicarakan geo strategi menjadi tidak penting bila dibandingkan dengan kendornya kutang istri mereka yang tak pernah menggantinya sejak bertahun-tahun silam. Walau bukan sebagai seorang politikus, mereka acapkali didapati sering terlibat kongkow-kongkow sambil ngopi bersama dalam pembicaraan politik. Layaknya kecanduan rokok yang sulit mereka hentikan, sekalipun geo strategi dari negara adi kuasa itu pada gilirannya akan mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara mereka.

Selaras dengan isu politik dari riuhnya perhelatan pilpres saat ini, meski belum di umumkan KPU RI tentang siapa yang mendapatkan pengesahan sebagai capres yang secara resmi akan mengikuti kontestasi pasca diumumkannya nanti ke publik. Walau jauh dibalik itu semua, jika disimak lebih spesifik khususnya terhadap kepemimpinan Jokowi sejak tahun 2014 hingga tahun 2023 sekarang dimana terdapat kelompok yang melabelkan dirinya sebagai oknum PKI, belum lagi isu aseng asing atas kebijakannya memasukan tenaga kerja berketerampilan khusus sebagai pekerja konstruksi dari China untuk menggarap beberapa proyek di Indonesia, bahkan terhadap politik adu domba yang telah memakan korban tidak sedikit dibalik tayangan-tayangan dan pemberitaan hoaks yang beredar. Tidakkah geo strategi itu telah masuk dan melanda Indonesia dari caranya memecah belah bangsa ini dengan pemberitaan dan tayangan-tayangan fitnah demi proses adu domba guna menggiring konsentrasi masyarakat.

Sehingga cara-cara tersebut akan mampu memaksa pemerintah Indonesia yang dianggap gagal oleh rakyatnya sendiri hingga pada ujung-ujungnya akan menuju pada pilihan ikut kelompok adi kuasa tersebut atau digulingkan oleh kekuatan cyber mereka yang menyerang secara terstruktur dan masif, walau sebagai Presiden selaku penguasa mendapatkan mandat sepenuhnya dari rakyat yang secara sah memilihnya. Termasuk apa yang dialami oleh presiden Irak Saddam Husein yang dicintai rakyatnya, serta revolusi Arab Spring di Yaman yang memicu perang saudara hingga mengakibatkan penderitaan yang luar biasa bagi warga negara mereka selama 8 tahun terakhir belakangan ini. Apalagi program hilirisasi energi pemerintah yang mengancam negara mereka, walau cara itu memberikan dampak economic effect terhadap pertumbuhan ekonomi indonesia yang tentu saja akan mensejahterakan rakyat dan bangsa ini.

Pertumbuhan ekonomi indonesia yang terus meningkat, dimana tahun 2023 ini APBN Indonesia mengalami surplus hingga 153,5 trilyun, sebenarnya menjadi kabar baik bagi rakyat dan bangsa ini, namun isu yang nenggembirakan ini tentu akan dipelintir oleh segenap kaki tangan yang rela mengkhianati bangsanya sendiri nantinya. Bedanya, jika kubu Jokowi sering dituding sebagai antek China, maka pihak mereka pun sesungguhnya menjadi antek asing yang lebih pro terhadap Amerika dan sekutunya. Apalagi peta kekuatan ekonomi dunia telah terbelah antara G-7 dengan BRICS yang mengambil peran para sekutu eropa itu untuk mengurangi dominasi dollar Amerika dan mata uang eropa di kawasan asia pada umumnya. Sebab dibangunnya BRICS merupakan aliansi negara-negara yang didirikan berdasarkan ikatan sejarah persahabatan, solidaritas, dan kepentingan bersama. Anggota BRICS terdiri dari Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Tentu dengan segala upaya Indonesia akan dihambat bergabung ke aliansi ini.

Perlunya geo strategi ini dipahami, tidak saja untuk memperkuat nasionalisme kebangsaan, namun sekaligus pula mengamankan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan, serta perlunya kesadaran masyarakat akan sikap toleransi dalam bermedia sosial sebagai ruang pergaulan bangsa yang merespon berbagai perbedaan dalam iklim kebhinekaan yang rentan untuk dipecah belah oleh bangsa-bangsa lain yang tidak ingin negara indonesia ini mengalami kemajuan, mandiri, dan mempertahankan kedaulatannya, termasuk adanya peluang bangsa ini untuk mendapatkan keuntungan besar melalui program hilirisasi yang diterapkan terhadap semua sumber-sumber energi dan mineral menuju indonesia yang bermakmuran. Dimana mereka bergantung sepenuhnya kepada negara-negara berkembang yang didapatnya dari proses menekan serta perlakuan yang sewenang-wenang.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner Iklan