Penulis : Andi Salim
GEMADIKA — Corporate Identity adalah sesuatu yang melekat sebagai identitas suatu organisasi atau perusahaan. Hal ini bisa berupa simbol-simbol, nilai-nilai, perilaku, atau budaya yang dikembangkan oleh organisasi apapun. Tanpa itu semua, suatu organisasi tentu tidak ubah layaknya sekumpulan orang yang tumbuh dalam suatu komunitas namun tak tentu arah dan tidak pula memiliki tujuan atau keterikatan serta tidak pula memiliki kepentingan apapun dibalik berkumpulnya orang-orang tersebut. Oleh karenanya, corporate identity menjadi sesuatu hal yang penting untuk diwujudkan dan dituangkan kedalam konsep-konsep programnya yang terukur, sistematis serta dijalankan sesuai dengan azas serta tujuan untuk apa sebuah organisasi itu didirikan demi keinginan bersama untuk mewujudkannya. Wujud corporate identity akan terlihat kedalam budaya kerja yang dibedakan menjadi tiga hak mendasar yaitu gagasan, aktivitas, dan hasil kerja itu sendiri.
Corporate identity merupakan suatu bentuk visual sebagai image yang menjadi identitas suatu organisasi. Hal tersebut tentu terkait dengan simbol-simbol, uniform, Mars, Bendera atau apapun yang mencerminkan gambaran yang hendak disampaikan organisasi kepada anggota atau kadernya. Oleh karenanya, corporate identity sangat erat hubungannya dengan budaya yang dikembangkan dalam suatu organisasi. Budaya sebuah organisasi merupakan ciri khas yang tidak dapat ditiru oleh organisasi lain, baik cara kerja, pengambilan keputusan serta hasil yang ingin dicapainya. Oleh karenanya corporate identity menjadi sistem kepersonaliaan dalam suatu organisasi sebagai strategi yang penting untuk diterapkan yang dituangkan melalui Ad Art, visi dan misi, serta Mars atau hymne bahkan aturan dan tata tertib organisasi sehingga menjadi pembeda organisasi tersebut terhadap organisasi lain.
Sebab bagaimana pun, dari budaya organisasi yang dikembangkan organisasi inilah diharapkan sistem kaderisasi yang mereka miliki akan mampu mengolah dan mengubah kebiasaan anggota dari manapun asal mereka sebelumnya. Budaya adalah keseluruhan sikap dan pola perilaku serta pengetahuan yang merupakan suatu kebiasaan yang diwariskan dan dimiliki oleh seseorang sehingga harus disesuaikan dengan kepentingan suatu organisasi pula. Semua aturan dan tata tertib serta perlengkapan dari organisasi itu, termasuk kepentingan dan tujuannya akan disatukan kedalam satu nafas sebagai muara kerja-kerja organisasi agar menjadi langkah dan strategi pelaksanaan ditingkat bawah sehingga menjadi etos kerja bagi seluruh anggotanya. Dari hal semacam ini berdampak pada sistem kaderisasi yang kuat dan menciptakan optimisme serta jenjang karier yang jelas dari berbagai tingkatan dan bidang yang terdapat didalamnya.
Segalanya itu akan mendatangkan harapan agar setiap anggota dapat berkarier melalui berkembangnya struktur serta cabang-cabang organisasi diberbagai kawasan. Akibat sistem kaderisasi yang lemah menyebabkan organisasi kekurangan personil yang berkualitas sehingga menghambat berkembangnya organisasi tersebut tentunya. Maka banyak dari beberapa organisasi disinyalir terpaksa menarik-narik kader partai lain untuk masuk kedalam partainya demi mendapatkan personil yang produktif dari anggota yang baru sehingga berdampak pada tidak tumbuhnya budaya organisasi sebagai pembeda atas organisasi lainnya. Hal yang sama pun terjadi pula terhadap beberapa partai yang menyukai jalan pintas untuk merekrut anggota partai lain guna mendapatkan suntikan elektoral baru guna meningkatkan perolehan suara partainya. Maka tak aneh begitu banyak tokoh partai lain yang berpindah dari partai yang satu ke partai lainnya.
Bahkan banyak pula partai politik yang secara latah merekrut para artis walau tanpa pengalaman berorganisasi untuk masuk kedalam salah satu partai guna mendongkrak perolehan suara partai tersebut. Jika banyak dari partai-partai yang menarik anggota partai lain atau merekrut siapa saja yang memiliki popularitas untuk bergabung kedalam partainya guna dijadikan calon legislatif atau menjadi pengurus parpol tersebut ditingkat pusat atau di daerah, namun pola merekrut semacam ini hanya sebatas posisi madya atau jaringan / lingkaran posisi tengah terhadap jenjang struktur yang tersedia. Namun betapa mengejutkannya ketika publik dihebohkan atas pergantian Ketua Umum PSI hanya melalui kopdarnas yang mengangkat Kaesang Pangarep selaku putra bungsu jokowi sebagai Ketua Umum mereka dibalik berubah-ubahnya sikap mereka yang sering disebutkan sebagai partai kalangan muda, namun faktanya banyak pula kader mudanya yang diberhentikan diberbagai pengurus daerah.
strateginya mendapatkan coattail effect Jokowi yang semestinya menjadi warisan PDIP atas keberhasilan pemerintah saat ini dengan tingkat kepuasan publik tanah air hingga 90% tentu meneteskan air liur siapa saja yang ingin merebut dan menuai dampak elektoralnya. Tanpa berpikir dampak dan kemampuan, serta jenjang karir di internal partainya, hal itu dilakukan begitu saja sebagai strategi shor cut untuk menaikkan perolehan suara mereka. Sosok kaesang yang relatif muda, dengan pengalaman dan kemampuan mengendalikan organisasi yang minim tentu menyebabkan terbatasnya ruang gerak organisasi ini untuk menerapkan ide dan gagasan apalagi budaya kerja organisasi untuk memperoleh kemandirian sumber-sumber elektoral seharusnya dikembangkan agar pencapaian mereka menjadi signifikan kecuali hanya mengandalkan privilege Kaesang selaku putra presiden guna mendekati siapapun nantinya. Termasuk menarik konstituen, relawan dan ormas pendukung jokowi saat ini.
Ramai-ramai semua pihak merespon sikap politik PSI yang dianggap sangat picisan serta acapkali mencuri cerukan elektoral PDIP yang tentu saja merugikan partai berlambang banteng ini. Apalagi sikap PSI yang belakangan cenderung memuji-muji Prabowo Subianto pasca hadirnya tokoh ini ke markas PSI pada Rabu, tanggal 2 Agustus 2023 lalu. Menjadi tak mengherankan jika pengangkatan Ketum baru mereka begitu nampak didukung oleh berbagai parpol koalisi KIM yang sama-sama mendukung capres Prabowo Subianto agar pembelahan terhadap ormas dan relawan jokowi semakin terbuka untuk mereka kangkangi hingga menyurutkan kemenangan Ganjar Prabowo pada gilirannya nanti. Walau dibalik itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan melalui Puan Maharani mengajak Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia yang baru, agar Kaesang Pangarep, untuk ikut membawa partainya mendukung calon presiden Ganjar Pranowo pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Betapa masyarakat semestinya melihat bahwa pepatah yang mengatakan “air susu dibalas air tuba” menjadi nyata dibalik samarnya dukungan Jokowi terhadap pencapresan Ganjar saat ini. Publik semestinya paham bahwa tidak hanya sekali Jokowi mendapatkan rekomendasi dari partai PDI Perjuangan sebelumnya. Bahkan anak dan menantunya yang saat ini menjabat selaku walikota Solo dan Medan pun tak luput dari perjuangan para kader PDIP diseluruh daerah. Walau dinilai baik, berprestasi dan memangku jabatannya secara amanah, namun tidak semestinya Jokowi membiarkan partai ini terseok-seok untuk memenangkan Pilpres 2024 yang akan datang. Bahkan tak jarang ketika beliau yang sering dikatakan tolol, bodoh dan disebut pengkhianatan sekalipun, maka para kader partai inilah yang sibuk menjadi tameng untuk membela dirinya dari tudingan yang dilakukan oleh pihak manapun bahkan hingga saat ini.***