Grobogan, gemadikatv.com — Perkara pidana yang terjadi bermula akibat dari gesekan antar anggota perguruan pencak silat. Penyebabnya juga sangat sepele. Seperti memakai atribut perguruan di tempat umum, merusak papan nama dan merobek bendera, hingga saling ejek berujung perkelahian. Seperti pada 7 Mei 2023, puluhan anggota dari dua perguruan silat terlibat bentrok di Desa Tlogotirto, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan.
Diketahui dari beberapa insiden tersebut mengakibatkan beberapa rumah warga rusak, belasan orang anggota perguruan terluka dan satu unit mobil rusak.
Sekian kasus yang melibatkan anggota perguruan silat, kalau diamati sebenarnya cara mainnya sama. Mereka tidak berkelahi satu lawan satu, dengan adu jurus perguruan silat masing-masing. Yang terjadi saling lempar batu, pentung-pentungan, dan merusak apa saja. Sama sekali tidak pantas menyandang gelar pendekar.
Jika kalah, mereka tidak terima dan akan mengerahkan anggotanya yang bersumbu pendek untuk menyerang balik musuhnya hingga aparat keamanan turun tangan.
Kalau ditanya kenapa harus membuat kericuhan, jawabannya solidaritas sesama kawan.
Sebenarnya jika diamati betul mereka tidak semua jago-jago silat, tetapi kalau soal ribut gregetnya bukan main. Mereka mudah tersulut emosi dan hobi cari musuh. Papasan sama anggota perguruan silat lain di jalan saja dikira mau nantang.
Menyikapi hal tersebut Ali Mas’ud Komandan PASTI ( Pasukan Inti) Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa (IPS-NU PG) Cabang Grobogan mengadakan rapat koordinasi antara Dewan Khos, Dewan Pendekar serta seluruh pengurus Cabang dan Anak Cabang di rumah makan Suka Rasa, pada Senin (18/7/2023)
“Hal ini mengantisipasi pada anggota perguruan silat Pagar Nusa yang menggunakan atribut seperti kaos, topi, stiker, dan bendera di luar waktu latihan. Sebab masih banyak sebagian pemuda-pemudi di Grobogan suka pakai atribut-atribut perguruan silat kalau lagi nongkrong. Seolah-olah ingin menunjukkan identitasnya ,” jelas Ali Mas’ud.
Abah Nur Khamit atau akrab disapa Mbah Wo menyampaikan bahwa, menyandang gelar pesilat dan pendekar seharusnya diimbangi dengan perilakunya. Anggota perguruan silat belum tentu memiliki jiwa laksana pesilat dan pendekar sesungguhnya.
“Sejatinya, anggota perguruan silat juga harus menjunjung nilai ” Sami’na Waato’na ” dalam kehidupan sehari-hari, seperti yang ditekan pada salah satu Perguruan Silat Pagar Nusa. Pencak silat bukan hanya soal persaudaraan antar anggota. Baik dan buruknya marwah perguruan silat tergantung bagaimana sikap serta pembawaan para anggotanya di publik,” tegasnya.
Perguruan seperti itu tak bisa jadi representasi sebagai pedoman sebuah padepokan. Sebab publik sudah melihat buruk mereka. Yang rugi banyak, cuman karena beberapa orang yang pengin banget mengaku diri jadi jagoan.
Abah Sutrisno sebagai Dewan Khos mengatakan bahwa, Pemerintah, Polri, dan TNI sudah berupaya menciptakan rasa aman di masyarakat dari gesekan antar perguruan silat. Namun kurang membuat event kejuaraan pencak silat antar perguruan serta pendekatan yang maksimal. Sayangnya, pendekatan yang dilakukan hanya pada sesepuh perguruan. Anggota-anggotanya juga perlu didekati agar tidak bertindak gegabah.
“Selain itu, aparat keamanan dan sesepuh perguruan harus memberikan efek jera bagi anggota yang berbuat onar. Seperti diproses secara hukum dan dicabut keanggotaannya dari perguruan seumur hidup. Jika memang ingin menyelesaikan masalah yang selama ini selalu terulang. Jika tidak, ya jangan berharap apa-apa,” pungkasnya.