GEMADIKATV.com – Orang tua memegang peran penting dalam membimbing perkembangan emosional anak mereka, yang menjadi fondasi untuk mencegah kejadian tantrum yang tidak biasa. Menurut pandangan Dr. I Gusti Ayu Trisna Windiani, memahami tahap-tahap perkembangan emosional anak adalah kunci untuk mengantisipasi kejadian tantrum yang abnormal.
Tantrum, yang pada dasarnya adalah ekspresi emosional anak, menjadi lebih terkendali saat orang tua memahami perubahan perilaku yang sesuai dengan usia anak. Dr. Gusti menjelaskan bahwa tantrum normal adalah bagian dari pertumbuhan anak dari usia 1 hingga 4 tahun. “Ini adalah cara anak mengekspresikan kekesalan mereka, yang biasanya hanya melibatkan tangisan dan merengek,” tuturnya.
Namun, penting untuk diingat bahwa gelombang tantrum ini akan mereda seiring bertambahnya usia anak. Data menunjukkan bahwa tantrum biasa terjadi dengan frekuensi tertentu dalam seminggu, yang sesuai dengan usia anak.
Sebagai contoh, seorang anak berusia 1 tahun mungkin mengalami tantrum hingga 8 kali, sementara anak berusia 4 tahun mungkin hanya sekitar 5 kali. Ini menunjukkan bahwa tantrum adalah bagian alami dari perkembangan anak dan secara umum menurun seiring bertambahnya usia.
Untuk mengatasi tantangan tantrum, penting bagi orang tua untuk mengenali tahapan perkembangan emosional anak sesuai dengan usia mereka. Dalam seminar yang diadakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia, Dr. Gusti menyampaikan beberapa tahapan perkembangan emosional anak yang perlu diperhatikan:
- 1-3 Bulan: Responsif terhadap suara, menunjukkan keterikatan awal dengan pengasuh.
- 4-6 Bulan: Mengenal orang yang merawatnya, mulai menunjukkan rasa cemas terhadap orang yang tidak dikenal.
- 7-12 Bulan: Mengembangkan kemampuan komunikasi non-verbal, seperti menunjuk atau memberikan barang kepada pengasuh.
- 1-2 Tahun: Munculnya rasa ingin tahu yang kuat, eksplorasi diri dan lingkungan sekitar.
- 3-4 Tahun: Pengembangan bahasa yang lebih maju, mampu mengungkapkan emosi dengan kata-kata.
Mengetahui tahapan-tahapan ini membantu orang tua untuk memahami kebutuhan emosional anak mereka dan merespons dengan tepat. Hal ini juga membantu mengenali perbedaan antara tantrum yang normal dengan yang tidak biasa, yang mungkin merupakan tanda masalah yang lebih dalam.
Tantrum abnormal, seperti yang dijelaskan oleh Dr. Gusti, sering terjadi pada anak dengan kebutuhan khusus seperti Autism Spectrum Disorder (ASD) atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Tantrum yang tidak biasa ini seringkali lebih intens dan berlangsung lebih lama, dan dapat menjadi sumber cemas bagi anak dan orang tua.
Untuk mencegah tantrum yang tidak biasa, penting bagi orang tua untuk memperhatikan faktor-faktor pemicu seperti kelelahan, kelaparan, atau kesulitan dalam berkomunikasi. Pola asuh yang konsisten dan pengasuhan yang penuh kasih juga merupakan kunci dalam membentuk keterampilan coping yang sehat pada anak.
Dengan memahami dan menghormati perkembangan emosional anak, orang tua dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan yang positif dan mencegah kejadian tantrum yang tidak biasa. Dalam proses ini, dukungan dan pemahaman orang tua sangatlah penting untuk kesejahteraan emosional anak.
Redaksi Gemadikatv