GEMADIKATV.com || Sepertinya hanya sosok ini yang berani memanggil Soeharto sebagai “monyet,” atau zeg monyet. Dialah Jenderal Gatot Soebroto.
Kejadian itu terjadi saat Pertempuran Palagan Ambarawa pada akhir tahun 1945. Meskipun panggilan itu terdengar kasar, sebenarnya tidak ada maksud negatif di baliknya; itu hanyalah ungkapan kedekatan antara sang jenderal dengan anak buahnya.
Benar, Soeharto pernah menjadi bawahan Jenderal Gatot Soebroto. Saat itu, keduanya masih aktif di dalam tentara dan merupakan alumnus KNIL.
Panggilan itu muncul saat keduanya sedang berada dalam pertempuran di Palagan Ambarawa. “Gatot memanggil Soeharto, ‘Hei monyet, sini ke puncak!‘” Panggilan tersebut, meskipun kasar, tidak membuat Soeharto merasa terganggu.
Baca Juga :
Tanam Sawit Perdana Regional Head Ptpn IV Regional II Bersama SEVP1 & SEVP2 Kebun Tinjowan
Gatot tidak hanya lebih senior, tetapi juga pernah menyelamatkan karier Soeharto dalam dunia militer. Dalam buku “Suharto: Sebuah Biografi Politik” karya Robert Elson, disebutkan bahwa Gatot Soebroto pernah menyelamatkan karier Soeharto yang hampir terancam dipecat dari Angkatan Darat karena terlibat dalam kasus penyelundupan.
Gatot Soebroto adalah seorang tokoh militer Indonesia yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dan merupakan pahlawan nasional Indonesia. Dia lahir di Sumpiuh, Banyumas, Jawa Tengah, pada 10 Oktober 1907, dan adalah anak pertama dari Sajid Joedojoewono.
Gatot menyelesaikan pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) dan kemudian masuk ke sekolah militer het Koninklijke Nederlands (ch)-Indische Leger (KNIL) di Magelang pada tahun 1923.
Ketika Jepang menguasai Indonesia, Gatot Subroto bergabung dengan Pembela Tanah Air (PETA) yang merupakan organisasi militer bentukan Jepang yang merekrut tentara pribumi untuk berperang. Di PETA, karier Gatot Subroto mulai meningkat, ia menjadi komandan kompi di Sumpiuh, Banyumas, dan kemudian menjadi komandan batalyon.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, dia bersama pasukannya menyatakan loyalitas kepada Republik Indonesia dan bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Gatot Subroto aktif dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari agresi Belanda.
Dia menjadi panglima Divisi II yang bertanggung jawab di wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudian juga menjadi gubernur militer daerah Surakarta dan sekitarnya, serta panglima Corps Polisi Militer. Salah satu pencapaiannya adalah memimpin Serangan Umum Surakarta 7-10 Agustus 1949 yang berhasil menguasai kota dari tangan Belanda.
Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949, Gatot Subroto melanjutkan karier militernya dengan menjadi wakil kepala staf TNI Angkatan Darat. Dia juga menjadi panglima Tentara dan Teritorium IV Diponegoro Semarang.
Selain itu, ia juga aktif di bidang politik dan kebudayaan. Dia menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA), anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), dan ketua Ikatan Pencinta Kebudayaan Indonesia (IPKI).
Gatot Subroto juga dikenal sebagai salah satu pendiri ASEAN dan tokoh internasional. Ia terlibat dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955 sebagai salah satu delegasi Indonesia.
Gatot menjadi salah satu inisiator pembentukan Maphilindo, sebuah federasi yang meliputi Malaysia, Filipina, dan Indonesia, pada tahun 1963. Lalu berperan dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara lain, seperti India, Pakistan, Thailand, Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam Selatan, dan Jepang.
Gatot Subroto meninggal dunia secara mendadak karena serangan jantung pada 11 Juni 1962 di Jakarta. Dia dimakamkan di Ungaran, kabupaten Semarang dengan upacara militer yang dipimpin oleh Presiden Soekarno.
Atas jasa-jasanya, Gatot Soebroto diberi gelar pahlawan kemerdekaan nasional pada 18 Juni 1962 oleh pemerintah Indonesia. Gatot Soebroto memanglah sosok yang menarik untuk dikenang, baik sebagai pahlawan perang maupun diplomat yang hebat.
Redaksi Gemadikatv